Sabtu, 23 September 2017

Bedah Buku Palu dan Godam : Kisah Permohonan Maaf pada Korban Pelanggaran HAM


CATATAN : Ir Lusiano SH MBA (Advokat, Aktivis)

 
Lusiano dan Rusdy Mastura (mantan Wali Kota Palu)
SAYA mengikuti langsung bedah  buku karya Bung Yudy (Rusdy Mastura) : "Palu dan Godam" di acara Kado Cinta untuk Palu (Sulawesi Tengah). Buku Palu dan Godam, Melawan Keangkuhan merupakan kisah di balik permohonan maaf pada korban pelanggaran hak azasi manusia (HAM) peristiwa 1965-1966. Di Palu Sulawesi Tengah yang intinya untuk kedamaian dan kerukunan umat beragama, masyarakat, saling memaafkan sebagai masyarakat kembali ke khitahnya yang damai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang dasarnya Pancasila dan UUD 1945.

Karena sebenarnya PKI itu sudah tidak ada, telah ditumpas dan terlarang di Indonesia. Kalau paham komunis yang mau masuk, sudah tergarda dengan kesaktian Pancasila dan UUD 1945. Tugas negara lah mengamati apabila ada gejala-gejala masuknya paham komunisme, karena itu pemahaman dan pendalaman Pancasila sangat perlu untuk antisipasi bertumbuhnya paham lain yang akan mengubah dasar negara dan haluan negara. 

Lusiano bersama eks tapol korban pelanggaran HAM 65-66
Orang bertanya pada saya, kenapa kasus dan peristiwa Myanmar dengan Rohingya terjadi, karena dasar negaranya bukan Pancasila. Kenapa kejadian di Timur Tengah juga tidak berakhir, ya karena di sana negara agama. Agama kan mengajarkan perdamaian dan keteraturan dalam hidup dan etika, ya mari kita bertanya pada rumput yang bergoyang dan kita berdoaa saja agar di muka bumi tak ada perang .

Perdamaian abadi adalah hak segala bangsa dan itulah kehendak Tuhan sesuai Firman-firman-Nya sesuai kitab masing keyakinan yang ada di Indonesia. Jadi kita jangan terpantik dan terpancing dengan kebencian, dendam dan emosi di luar sana yang menciptakan suasana tidak kondusifnya negara kita.

Lusiano bersama eks tapol korban pelanggaran HAM 65-66
Oleh karena negara kita adalah negara Hukum, hukum adalah panglima tertinggi dan segala pelanggarannya harus diproses secara hukum. Untuk keadilan dan sekarang hal itu sudah digemakan dalam penegakan hukum kita.  Sejarah masa lalu Hitam, Putih maupun Merah itu adalah masa lalu, tetapi kalau masih menyisakan pelanggaran HAM dan sebagainya masih dapat diselesaikan dengan pembuktian-pembuktian , agar tidak ada dusta dan dendam di antara kita , di utihkan dengan Putusan Hukum dan bisa dengan Musyawarah Hukum Adat Nusantara dengan permohonan maaf dan pengampunan nasional.

Dan ingat musuh kita yang berat saat ini korupsi merajalela, narkoba meracuni bangsa dan penyalahgunaan obat-obat terlarang menyerang menghancurkan bangsa sudah diedarkan secara gratis. Ini lebih dahsyat dari peristiwa-peristiwa sejarah masa lalu. Ini nyata dan jelas ditambah lagi paham radikal yang siap menyusup menghancurkan bangsa ini.

PKI partai komunis sudah dibubarkan dilarang sampai anteknya dan undebow-nya dan ke paham-paham dan ke anak cucunya, sampai kita menganut paham bersih lingkungan dan sebagainya PKI tidak ada tempat lagi di Indonesia. Kalau masih ada siapa yang gagal?

Apakah salah rakyat lagi, tapi kalau paham-paham dan aliran komunis masuk lagi menyusup ke mana-mana, ya tugas Pemerintah lah itu mengurusnya sana dengan masuknya paham-paham radikal yang mau mengubah Pancasila, itu musuh negara urusan TNI dan Polri dan aparatur negara yang bisa menilai paham itu secara hukum dan ancaman terhadap negara.

Tidak bisa lagi saya sembarang bilang, kamu itu PKI, PKI sudah tidak ada dan tidak ada tempat di NKRI. Oleh karenanya tuntaskan agar kalau ada sebutan PKI berarti PKI ada, perlu bukti tapi kalau  paham komunis tumbuh ada di mana-mana, we are dont now, ada menyusup di mana ya tugas negara bersihkan. Ini urusan lembaga-lembaga dan Badan Intelejen Negara, jangan sampai rakyat menjadi korban. 

Damailah Indonesiaku Bhinneka Tunggal Ika, negaraku Indonesia dan Pancasila sudah sejak 1965, sakti dan kuat. (*)
Baca Juga :

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

NEWS UPDATE

POPULER

INFO CUACA SULTENG